Kel. 5 Ibnu Sina: Sejarah dan pemikiran filsafatnya

 Nama lengkap Ibnu Sina adalah Abu Ali al-Husein ibn Abbdulah Ibn Sina, di dunia barat ia dikenal dengan nama Avicenna. Ibnu Sina lahir pada tahun (370-428 H/980-1037 M) di sebuah desa Afsyanah yang tidak jauh dari Buhkara, Transoxiana (Persia Utara) pada masa dinasti Persia di Asia Tengah. Sejak kecil Ibnu Sina sudah memperlihatkan daya intelektual yang tinggi dan ingatan yang kuat. Pada saat Ibnu Sina berumur 16 tahun, ia mulai mempelajari ilmu kedokteran. Di umur 18 tahun ia dikenal sebagai dokter yang berkualitas. Ketika Ibnu Sina berumur 22 tahun, ayahnya meninggal dunia. 

   Selama masa dewasa ia mulai berkelana berbagai tempat sampai akhir hayatnya, Ibnu Sina menjadi pelayan dari penguasa Kakuyid yang bernama Muhamad bin Rustam Dushmanziyar. Di akhir hayatnya, Ibnu Sina menjalani kehidupan yang berat dimana ia di tangkap dan dianiaya oleh tentara Hamadan. Hingga penyakitnya pun kambuh dan ia juga memberikan semua hartanya kepada kaum miskin. Dan kemudian ajal betul-betul menjemputnya pada bulan Juni tahun 1037 M. Ibnu Sina dimakamkan di Hamadan, Iran.  

   Karya-karya dari Ibnu Sina yaitu Ibnu Sina adalah dokter dan filsuf Dunia Barat, memiliki prestasi luar biasa dengan lebih dari 238 karya, termasuk Asy-Syifa, Al-Najat, Al-Qanun fi al-Thibb, dan Al-Isyarat wa al-tanbihat. Karya monumentalnya mencakup logika, kedokteran, filsafat, matematika, dan berbagai cabang ilmu lainnya yang meninggalkan warisan tak ternilai di abad pertengahan. 

   Pemikiran filosofis Ibnu Sina mencakup banyak bidang keilmuan, mulai dari fisika dan kedokteran hingga psikologi dan musik, dan lahir dari kebutuhan untuk memberikan landasan rasional bagi sains. Ia menciptakan sintesis filosofis yang menggabungkan berbagai sumber, termasuk Aristotelianisme, Neoplatonisme, dan tradisi Islam, sehingga memberikan argumen baru untuk membenarkan pandangannya. Ibnu Sina menganggap jiwa sebagai kendaraan spiritual yang melambangkan kesatuan tubuh dan jiwa, dan menawarkan visi unik tentang akhirat dan pahala. 

   Ketika merefleksikan al-wujud, beliau menggunakan konsep “Wajib Al-Wujud” dan “Mumkin Al-Wujud” untuk membuktikan keberadaan Tuhan dengan menjelaskan bahwa Tuhan pada hakikatnya merupakan keberadaan yang diperlukan, substansi dan mencakup segala sesuatu yang ada. Selain itu, dalam pandangannya tentang negara, Ibnu Sina menekankan pentingnya penguasa menaati Allah dan berlandaskan prinsip-prinsip Islam. Terakhir dengan konsep emanasi menjelaskan bagaimana Tuhan menciptakan alam melalui proses hierarkis yang tetap mempertahankan konsep tauhid dalam Islam. Oleh karena itu, pemikiran Ibnu Sina memberikan kontribusi yang besar terhadap perkembangan filsafat dan pemikiran di dunia Islam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kel. 7 Ibnu Miskawaih: Sejarah dan Pemikiran Filsafatnya

Pertemuan Pertama Materi Kuliah Filsafat Islam

Kel. 2 Hubungan Filsafat Islam dengan Keilmuan Islam dan Filsafat Yunani